Measurement and Analysis in Agile Software Development

One of the basic aims of Software Engineering is: The transformation of the software creation process from an artistic, undisciplined and few understandable to controlled, quantified and previsible…

Smartphone

独家优惠奖金 100% 高达 1 BTC + 180 免费旋转




Pemaknaan Sejarah dan Sastra dalam Tetralogi Pulau Buru

Oleh: Rifky Vidy Rakasiwi

Siapa yang tidak kenal dengan Pramoedya Ananta Toer? Pria yang akrab disapa Pram ini merupakan sastrawan terkenal dari Indonesia. Pria yang lahir di Blora, 6 Februari 1925 ini telah menciptakan lebih dari 50 karya sastra dalam bentuk novel yang telah diterbitkan ke dalam 41 bahasa di di dunia. Novel-novel tersebut berkaitan dengan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan nilai-nilai ketuhanan meskipun tidak disampaikan secara eksplisit (Riyadi, 2016). Pram dapat menulis karya yang mampu membangkitkan semangat hidup seseorang yang sudah ditumpas kekuasaan (K. S. Toer, 2006).

Banyak karya-karyanya yang dilarang dan tulisannya tidak diterbitkan. Bahan penelitian dan arsip pribadi milik Pram bahkan disita dan dihilangkan karena dianggap dapat menimbulkan perlawanan oleh masyarakat. Ketika diasingkan di Pulau Buru, Pram merekonstruksi karya sejarah yang pernah dilakukannya sebelum dipenjara pada saat munculnya Gerakan anti-kolonial untuk melawan penjajahan. Selain itu, kata “Buru” menjadi tema untuk empat novel sejarahnya yang saling berkaitan dan memberi gambaran tentang kenyataan masa lampau, serta peristiwa yang mengiringinya dalam Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca.

Pram yang seorang sejarawan dan jurnalis berhasil menunjukkan bahwa sastra dan sejarah adalah produk kemanusiaan yang disusun berdasarkan peristiwa yang benar terjadi (Kurniawan, 2002). Beliau telah beberapa kali membahas tentang kekerasan dan kejahatan akibat dari kolonialisme, yaitu berupa perampasan tanah, wilayah, ataupun hasil bumi masyarakat Indonesia. Penjajahan yang panjang di lndonesia menorehkan sejarah yang akan lebih indah ketika dinikmati berdasarkan estetika sastra. Pencapaian estetika Pram adalah mengandalkan ilmu sejarah sebagai landasan untuk kisah-kisahnya.

Gaya penulisan Pram ini didukung dengan pernyataan dari Kuntowijoyo (2005) bahwa sejarah memerlukan imajinasi — sejarawan membayangkan apa yang sebelum, sedang, dan akan terjadi sesudahnya; emosi — membawa pembaca seolah-olah hadir dan menyaksikan sendiri peristiwa itu, dan gaya bahasa — deskripsi yang natural dalam penulisan detail peristiwa. Tokoh Minke dalam novel karya Pram merupakan representasi dari Raden Mas Tirto Adhi Soerjo, tokoh pergerakan nasional dan perintis pers nasional. Tirto sendiri pun hampir luput dari perhatian sejarawan saat itu. Buku Sejarah Indonesia Modern yang ditulis oleh M.C. Ricklefs bahkan tidak memberikan perhatian khusus kepada Tirto.

Pram menemukan nama Tirto ketika beliau menjadi pengajar di Jurusan Sejarah, Universitas Res Publica (sekarang menjadi Universitas Trisakti) pada tahun 1962. Pada saat mengajar, beliau meminta kepada mahasiswanya untuk mempelajari surat kabar dari akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20 dan membuatnya menjadi kertas kerja (kliping koran) setiap era di dalam sejarah. Dari kliping-kliping tersebut, Pram menemkan nama Tirto Adhi Soerjo yang nyaris dilupakan dalam koran Medan Prijaji. Berangkat dari sinilah, Tirto kemudian direpresentasikan menjadi tokoh Minke, seorang priyayi pemberani dan Minke menjadi tokoh kunci dalam Tetralogi Pulau Buru.

Pram mendeskripsikan hubungan antara masyarakat Jawa dan Eropa di dalam novel Bumi Manusia. Beliau menitikberatkan pada nilai humanistic, yaitu hubungan baik antarmanusia, manusia kepada Tuhan, manusia dengan alam, dan manusia dengan dirinya sendiri. Pesan tersebut disampaikan melalui beberapa dialog yang juga menyiratkan bahwa manusia dilahirkan dengan derajat yang sama. Pemikiran ke-Jawa-an tersebut dilanjutkan sebagai kerangka penulisan Anak Semua Bangsa.

Tokoh Minke dalam novel kedua mulai mencari kebenaran dan keadilan. Minke mulai memahami bangsa Eropa yang menjadi seperti penjajah di negerinya. Dalam perjalanannya, ia bertemu dengan seorang petani kecil bernama Trunodongso yang hidup di bawah tekanan ekonomi dan keamanan. Penggambaran kehidupannya yang realistis menjadikan kisahnya menarik karena berhubungan dengan kehidupan petani di Indonesia yang sama dengan dirinya saat ini. Trunodongso bersama kelompok kecil petani melakukan pemberontakan kepada pemerintah Hindia Belanda. Akan tetapi, perlawanan tersebut dengan mudah dilumpuhkan karena tidak terorganisasi secara benar.

Sementara itu, peristiwa sejarah dalam pergerakan kemerdekaan negara-negara Asia disajikan dalam novel Jejak Langkah. Minke membentuk Medan Prijaji untuk memperoleh sumber informasi, edukasi hukum, dan pengaduan hukum masyarakat pribumi. Semangat nasionalisme ditunjukan Minke yang mengajak masyarakat untuk bangun dari ketidaksadaran dengan melawan kolonialisme melalui jurnalistik. Kisah Minke ditutup dalam Rumah Kaca. Apabila ketiga novel sebelumnya ditulis melalui catatan Minke sebelum ia diasingkan, Rumah Kaca ditulis dengan mengambil sudut pandang tokoh Jacques Pangemanann yang merupakan seorang komisaris polisi Belanda yang bertugas untuk memadamkan usaha-usaha perlawanan pribumi dalam sebuah operasi pengarsipan yang rapi. Pram mengistilahkan pengarsipan tersebut sebagai kegiatan per-rumah-kaca-an.

Manuaba (2003) mengatakan bahwa Tetralogi Buru mengandung pemikiran tentang perjuangan martabat manusia. Hal ini ditambah dengan pernyataan Dhakidae (1995) bahwa banyak pertimbangan moral, daya sentuh literer bagi nasib umat manusia, terutama mengenai manusia yang lemah di hadapan kekuasaaan, kemiskinan, kekacauan, dan daya sentuh ke dalam inti-inti nilai kemanusiaan dasar, serta mengatasi nilai-nilai kebudayaan lokal. Argumentasi sejarah yang terkandung dalam seri tersebut pun sangat padat. Persoalan tentang kemanusiaan merupakan dasar pemikiran Pram yang senantiasa dikembangkan dalam menghasilkan karya-karya sastranya (Hun, 2013).

Sumber Referensi

Pamungkas, Ernanto Bayu, dkk. (2021). Kemanusiaan dan Kearifan Sejarah dalam Pemikiran Pramoedya Ananta Toer (Kajian Historiografi). KAMBOTI, 1(2), 167–172.

Add a comment

Related posts:

490 credit score auto loan question?

Thanks for the answers. Maybe I will save up a little more. Will the lender not look at the fact that I paid $11,500 worth of debt off in 5 months as a good thing and not focus so much on my credit…

Recent Polygon Hack

The Binance Smart Chain, Ethereum, and Polygon blockchains are used by Poly Network. In what is the largest defi breach in history, the latest attack hit each chain in turn, totaling over $600…

7 REMINDERS that keep me on the path to peace and freedom

Try as we might to avoid them, some emotions continue to creep up on us and pay us an uninvited visit — fear, anger, jealousy, embarrassment, resentment, scarcity. They are all part of life and…